Thursday, July 4, 2013

Pohon pemakan manusia sering muncul dalam kisah fiksi populer sebagai tanaman dari belantara Afrika. Mungkin terinspirasi oleh tanaman yang mampu menjebak dan memangsa hewan-hewan kecil, misalnya Nepenthes rajah.

Legenda tentang tumbuhan ganas ini misalnya ditulis oleh Karl Shuker, kriptozoolog asal Inggris dalam buku  The Beasts That Hide From Man (2003). Disebutkan bahwa kawasan Amerika Latin diduga menjadi keberadaan tanaman raksasa tersebut.
 
Nepenthes rajah / plantssiam.com
Ketertarikan peneliti pun menjadikan ilmu tentang tanaman buas ini juga punya nama tersendiri, yakni kritpobotani. Ilmu ini mempelajari berbagai macam tumbuhan eksotis yang keberadaannya tidak diakui komunitas ilmiah, namun ada dalam mitos, sastra, atau laporan yang belum terbukti.

Ada beberapa catatan yang belum diyakini kebenarannya, apakah sungguh-sungguh ada atau hoax belaka. Misalnya:


1. Pohon Madagascar
 
Pada tahun 1881, petualang Jerman bernama Carl Liche menulis tentang pengorbanan yang dilakukan oleh suku Mkodo di Madagaskar. Ia menggambarkan bentuk pohon tersebut ramping seperti ular namun ganas bagaikan anaconda.

"Seperti ular hijau besar, dengan energi brutal dan kecepatan neraka, naik, retraksi sendiri, dan membungkus mangsanya begitu ketatnya. Sangat kejam seperti kecepatan anaconda yang membelit mangsanya."  Informasi mengenai pohon tersebut kemudian dipublikasikan tahun 1924 sebagai Negeri Pohon Pemakan Manusia oleh mantan Gubernur Michigan Chase Osborn, Madagaskar. Osborn pun mengklaim bahwa kedua suku dan misionaris di Madagaskar tahu tentang pohon mengerikan ini.


2. Ya-Te-Veo
 
Dalam sebuah buku karangan J.W Buels berjudul Land and Sea, menyebutkan tentang pohon karnivora yang disebut Ya-te-Veo (Aku melihatmu). Ya-te-Veo ini diklaim hidup ditengah-tengah benua Amerika Selatan.

Belum jelas sampai sekarang apakah Ya-Te-Veo dan Pohon Madagascar benar-benar nyata ataukah hanya rekayasa belaka. Jadi, misteri tentang Pohon Pemakan Manusia ini belum terpecahkan dan butuh penelitian lebih lanjut. Mungkin ada yang mau mencoba memecahkanya?






 
Sumber:
beritaaulia
Ada yang pernah dengar ilmu Rawa Rontek (kepala-putus) ? Ilmu tingkat tinggi ini konon dikuasai oleh Pitung, sang pendekar legenda Betawi. Ia kebal segala senjata, walau kepalanya terpenggal masih bisa tersambung dan hidup lagi.

Kalau kesaktian semacam itu berbau mistis, tapi tidak bagi ilmu kedokteran dewasa ini. Kabar mengejutkan datang dari Italia. Sebuah proyek yang disebut HEAVEN mengumumkan dalam sebuah jurnal Surgical Neurology International, penyambungan atau transplantasi kepala pada manusia semakin mendekati kenyataan.


Ilustrasi artis menggambarkan bila transplantasi kepala jadi kenyataan, bukan tak mungkin menghidupkan kembali presiden dunia yang telah mati


Dalam jurnal disebutkan Dr Sergio Canavero menguraikan prosedur untuk mengambil kepala dari donor dan menanamkannya ke tubuh orang lain. Langkah ini melibatkan induksi hipotermia dan memotong syaraf sumsum tulang belakang dengan 'pisau ultra-tajam', sehingga dapat menyatu dengan sumsum tulang belakang donor.

"Hal ini, tentu saja, benar-benar berbeda dari apa yang terjadi dalam cedera tulang belakang klinis, di mana kerusakan dan jaringan parut menghambat regenerasi," tulis Canavero.

Dr Sergio Canavero yang kini dijuluki "Dr. Frankestein"

Ia menguraikan skenario hipotetis, di mana donor adalah orang yang menglami mati otak. Dia mengatakan, penerimanya bisa siapa saja yang berada dalam kondisi terminal, karena kanker atau apa pun yang meninggalkan otaknya dalam kondisi utuh.

Untuk transplantasi kepala, dua operasi harus dilakukan di ruang yang sama, di mana kedua tali tulang belakang akan terputus secara bersamaan untuk kemudian segera disambungkan, direkatkan dengan zat yang disebut polyethylene glycol, atau PEG.


Sejak 1950
Sebenarnya transplantasi kepala bukanlah hal baru. Menurut catatan, pertama kali terjadi pada tahun 1950 ketika seorang Dokter Rusia mencoba tranplantasi kepala anjing.

Di tahun 1970, Robert White, dari Case Western Reserve University (CWRU), menguji-coba pada monyet. Binatang itu bisa bertahan hidup dengan tubuh baru selama 8 hari. Kelemahannya, kepala monyet yang baru tidak memiliki kontrol atas tubuh saraf baru.

Transplantasi kepala termasuk menyambung kembali jutaan saraf


Berbagai upaya perbaikan terjai bertahun-tahun kemudian.  Percobaan transplantasi pada tikus bisa mengontrol saraf kandung kemih dan diafragma. Dua bahan kimia chondroitinase dan FGF digunakan untuk memberikan insentif proses rekoneksi. Selain itu, PEG pencahar (polyethylene glycol), dan bahkan melatonin juga dipakai dalam membantu regenerasi saraf.

Kembali pada hasil percobaan Canavero di Italia, berbagai kemajuan telah dicapai. Penyambungan kepala di tahun-tahun mendatang bukan hal yang mustahil. Namun, kendala terbesar adalah kesiapan masyarakat pada terobosan revolusioner ini.

"Masalahnya adalah bukan terkait dengan hal-hal teknis, tapi etis," ungkap Canavero dilansir ] ABCNews.com. Lebih jauh, menurut sang dokter hasil operasi akan menciptakan sebuah 'chimera', makhluk mitologis, dan bertabrakan dengan isu-isu etika yang kompleks -- misalnya, pasien akan menurunkan sifat genetiknya atau genetik donor.

Ketika kloning pada manusia masih terus diperdebatkan di banyak negara, bagaimana dengan ilmu rawa rontek modern ini?



















Sumber:
tempo
wikipedia
extremetech
indianexpress
Transportasi di atas rel tercepat di dunia saat ini dipegang oleh kereta api China Shanghai Maglev dengan kecepatan mencapai 431 km per jam. Kini mereka harus siap bersaing. Negara tetangga, Jepang tak mau kalah. Negeri para shogun ini bersiap pecahkan rekor dunia di bidang perkereta-apian.

500 km per jam! Inilah mimpi Jepang menciptakan kereta api tercepat di dunia. Bandingkan dengan mobil sport Formula 1 yang maksimal hanya 412 km per jam. Dilansir dari Live Science, Jepang saat ini sudah mulai membangun jalur untuk kereta api itu. Rencananya, kereta api tercepat ini akan mengantarkan penumpang dari Tokyo ke Nagoya dalam waktu 7 menit saja.
 
maglev-mlx01, prototipe kereta api tercepat di dunia
Kereta api di Cina dan Jepang bisa memiliki kecepatan super karena dibangun dengan teknologi levitasi magnetik (maglev). Sebelum kita mengenal lebih jauh tentang maglev, layak diketahui sebenarnya Cina telah mengembangkan kereta api tercepat lainnya. Pembuatannya dimulai pada tahun 2010 lalu, kereta api listrik yang memiliki nama CRH380A digadang-gadang mampu mencapai kecepatan 302 mil per jam, atau setara 486 km per jam. Walau kenyataannya saat beroperasi, CRH380A hanya akan mencapai kecepatan maksimum sekitar 236 mil per jam, atau sekitar 380 km per jam.

Sebelum Cina begitu gempita mengembangkan kereta-kereta cepat, sebenarnya dalam catatan Guinness World Records, kereta api listrik tercepat dipegang oleh prototipe kereta api Maglev L0 buatan Jepang, JR-Maglev MLX01. Saat diuji coba pada tahun 2003 lalu, daya laju maksimalnya mencapai 361 mil per jam, atau setara 581 km per jam.

Di posisi kedua, bertengger kereta api milik Prancis yang memiliki nama TGV (Train à Grande Vitesse). Kereta ini memiliki kecepatan maksimal 357,2 mil per jam, atau sekitar 574,9 km per jam.


 
Kereta Maglev
Maglev, akronim dari MAGnetically LEVitated trains yang terjemahan bebasnya adalah kereta api yang mengambang secara magnetis, atau mudahnya kita sebut kereta api magnet. Prinsip kereta api ini adalah memanfaatkan gaya angkat magnetik pada relnya sehingga terangkat sedikit ke atas, kemudian gaya dorong dihasilkan oleh motor induksi.
magnet.fsu.edu
Kereta Maglev mengambang kurang lebih 10mm di atas rel magnetiknya. Dorongan ke depan dilakukan melalui interaksi antara rel magnetik dengan mesin induksi yang juga menghasilkan medan magnetik di dalam kereta. 

Lalu, apa sisi positif dan negatif teknologi maglev? Kelebihan utama dari kereta ini adalah kemampuannya yang bisa melayang di atas rel, sehingga tidak menimbulkan gesekan. Konsekuensinya, secara teoritis tidak akan ada penggantian rel atau roda kereta karena tidak akan ada yang aus (biaya perawatan dapat dihemat). Keuntungan sampingan lainnya adalah tidak ada gaya resistansi akibat gesekan. Gaya resistansi udara tentunya masih ada. Untuk itu dikembangkan lagi Kereta Maglev yang lebih aerodinamis.
gizmag.com
 
Dikarenakan bentuk dan kecepatan kereta yang fantastis ini, kebisingan (suara) yang ditimbulkan disaat kereta ini bergerak hampir sama dengan sebuah pesawat jet, dan di perhitungkan lebih mengganggu daripada kereta konvensional. Sebuah studi membuktikan suara yang ditimbulkan oleh kereta meglev dengan kereta konvensional biasa lebih bising sekitar 5dB yaitu 78% nya. Kekurangan lain kereta ini adalah di mahalnya investasi terutama pengadaan relnya.

Jadi, bila saat ini diterapkan di Indonesia tentu harus membangun jalur khusus. Contoh, jarak Jakarta - Surabaya sekitar 700 km bila menggunakan kereta Maglev kurang dari 2 jam. Namun jalur sepanjang itu saat ini masih melalui pemukiman. Selain berbahaya bila terjadi kecelakaan, suaranya yang sekeras jet tentu amat mengganggu. Karena itu, kita cukup bermimpi saja sekarang, ya...